Menjalani banyak kegiatan bersama dan interaksi berfrekuensi tinggi diantara kami berdua, diam-diam menjadikan aku sebagai salah satu yang berada diantara jajaran para penggemar gelapnya. Simpati yang mulai berkembang dari benih itu kukubur ke sedalam-dalamnya hatiku. Biar ia terpendam di sana dan tak ada yang tahu.
Aku dan Yudhis, kami sama-sama tahu, tak ada kata pacaran dalam kosa kata kami. Apalagi kami berada dalam satu wadah pembinaan. Sekecil apa pun “rasa” yang sempat menyeruak, sesegera mungkin aku enyahkan.
Kadangkala sulit bagiku untuk mengendalikan gejolak hati. Berada pada masa usia yang telah cukup untuk mengenal kata “cinta”. Berada pada masa di mana di dunia yang sama masyarakat telah mafhum dengan hubungan cinta di kalangan mahasiswa.
Tidak pernah terlintas sedikitpun aku akan pacaran. Sejak kecil ayah telah menanamkan pendidikan yang keras dan benar. Memproteksi anak-anak perempuannya dari segala kemungkinan fitnah.
Tapi hati ini. Uhh, tak mungkin aku membohongi diri sendiri bahwa aku menyukai Yudhis. Yudhis perhatian padaku? Ah,masa iya? Kutepuk pipiku untuk menyadarkan diri dari keterlenaan sesaat. Ya, Yudhis memang perhatian padaku, tapi juga perhatian ke yang lainnya. Seorang pemimpin dituntut untuk perhatian kepada anak buahnya. Tidak aneh kalau dia sering menghubungiku untuk membicarakan berbagai masalah dalam kegiatan kami.
Aku berada di balik lemari sekretariat, sibuk membereskan file-file Forum Studi. Kala itu sekretariat sepi, hanya ada aku seorang. Tiba-tiba terdengar percakapan dari balik lemari. Aku tak bisa melihat siapa mereka. Mereka pun tak menyadari ada sepasang telinga yang berada di balik lemari.
“Nur, kamu tahu nggak? Kak Yudhis perhatian banget ke aku. Aku nggak terlihat di rapat sekali saja, dia langsung menelepon aku!” seru suara pertama.
“Wah, kamu beruntung banget Mel. Kak Yudhis kan cakep, pinter, kaya lagi. Lumayanlah, biar Kijang tapi keluaran terbaru loh.” Suara ke dua menimpali.
“Bagiku dia perfect banget. Kamu lihat sendiri kan tadi bagaimana dia memandangku. Terus senyumnya. Manis banget bo!”
“Memang kalau aku perhatiin, Kak Yudhis ada feeling sama kamu. Tapi saingannya banyak Mel. Tau kan siapa aja yang naksir dia. Putri, Heni, Sinta. Belum lagi kakak-kakak angkatan.”
“Masa bodoh sama mereka. Yang penting Kak Yudhis suka sama aku.” Terselip nada GR dari suaranya.
Bukannya aku bermaksud menguping, tapi dialog itu tersimak dengan sendirinya. Dari suaranya aku bisa mengenali mereka. Adik tingkat, 3 angkatan di bawahku. Rasanya tak salah juga kalau ia merasa GR. Kadang Yudhis memang terlalu tebar pesona. Berulang kali kudengar para ikhwan menasehatinya tentang masalah ini. Akhirnya Yudhis menyadari bahwa kharismanya telah menyebabkan banyak hati yang jatuh bergelimpangan. Dan ia mulai membangun jarak.
Kini tubuh laki-laki yang berstatus suamiku itu bergerak. Menggeliat perlahan. Lalu tetap mendengkur halus. Kupandangi wajahnya. Hidung mancungnya menurun kepada kedua buah cinta kami, Ghazali dan Sabila. Kata banyak orang, Ghazali adalah fotocopy-an dari ayahnya.
Aku perhatikan bibir suamiku yang berwarna merah. Agak tak lazim memang seorang laki-laki berbibir merah. Masih kuingat saat bibir itu mengucap janji setia. Mitsaqan ghalizha, sebuah perjanjian yang amat tegung dalam pandangan Allah. Betapa mantap ia berucap dalam ijab kabul kami. Mengingatnya menyeruakkan rasa haru. Membuat tetes kecil bergulir di kedua pipiku.
“Nduk, sekarang apa rencanamu selanjutnya?” Ayah tetap saja memanggilku dengan ‘Nduk’, panggilan terhadap anak perempuan dalam bahasa Jawa. “PTTmu sudah selesai. Kamu mau pilih kuliah lagi ambil spesialis atau mau nikah?”
“Masih ingat Bram, putranya Om dan Tante Rono? Dulu waktu kecil sering main sama kamu.”
Keluarga Ronodipuro, masih priyayi dan punya bisnis besar. Keluarga mereka memang bersahabat dengan keluargaku. Kuingat pula Bram kecil yang sering merebut dan merusakkan mainanku. Aku menganguk-angguk tanda ingat.
“Sekarang Bram sudah jadi Branch Manager di perusahaan papanya. Dia juga punya bisnis otomotif. Bengkel dan tempat modifikasi. Ayah kemarin ke sana. Lumayan besar, pelanggannya juga banyak sepertinya.”
“Tante Rono sering ngobrol-ngobrol sama ibu. Dia ingin mencarikan istri untuk Bram. Katanya sudah cari kemana-mana nggak ada yang cocok. Eh setelah ketemu kamu beberapa kali dan ngobrol sama kamu seperti kemarin itu, dia bilang pilihannya jatuh ke kamu Nduk.” Ibu menjelaskan sambil menuangkan the dari teko ke dalam cangkir ayah yang sudah kosong. “Tante Rono itu seneng lho sama kamu. Katanya kamu cocok jadi istri Bram.”
“Oooo.begitu,” ujarku.
“Bagaimana Nduk?” tanya ayah.
“Bagaimana apanya Yah?” tanyaku kembali.
“Kamu mau nggak?”
“Ihhhh Ayah. Nggak bisa dijawab sekarang dong! Harus dipikir-pikir, harus istikharah. Paling tidak ketemu dulu. Belum tentu Bram juga langsung mau kan Yah.”
Bram kini tidak terlalu banyak berbeda dengan Bram kecil. Ketampanan yang telah terlihat di masa kecil kini makin menunjukkan kesempurnaannya. Penampilannya perlente dengan pakaian dari merek terkenal. Tercium pula aroma wangi yang berasal dari tubuhnya. Alamak, gumamku dalam hati, aku saja tak pernah berparfum, kecuali jika mau sholat.
Selama perbincangan itu aku sudah merasa tidak sreg. Entah kenapa. Kalau bicara masalah fisik, Bram memang bak pemain sinetron. Tapi namanya tidak sreg, ya tidak sreg. Hal begini kan tidak bisa dipaksa-paksa.
Ditengah-tengah asyiknya mengobrol, tiba-tiba Om Rono bicara dengan nada keras, “Bram memang harus punya istri seperti Arni. Supaya dia bisa belajar banyak tentang agama dan tidak lagi keluyuran ke café sampai pagi.”
Semuanya langsung terdiam. Tante Rono dan Bram memperlihatkan mimik wajah gusar mendengar kata-kata Om Rono. Aku, ayah, dan ibu juga kaget. Ibu berusaha mencairkan suasana yang jadi sedikit dingin dengan menawarkan sup asparagus kepada kami semua.
Oopss, rupanya Bram ini anak café. Nggak heran juga, terlihat dari gayanya. Sepulangnya mereka dari rumah kami, ayah mengatakan akan mencari informasi lebih jauh tentang Bram. Bagaimana kehidupan dan pergaulannya.
Aku pasrah, memohon kepada Allah diberi jodoh yang terbaik bagiku. Aku percaya karena Dia telah berjanji dalam firmannya Surah An-Nuur 26, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji. Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik pula.”
Kalau Bram bukan jodohku, pasti Allah akan tunjukkan jalannya, dan begitu pula jika sebaliknya.
Kabar itu justru datang dari Tante Rono sendiri. Bukan dari siapa-siapa yang menyebarkan gossip. Bukan pula dari Toni, sepupuku yang diberi tugas ayah untuk mencari tahu tentang Bram.
Tante Rono berkunjung ke rumah sambil bercucuran air mata lalu mencurahkan isi hatinya pada ibu. “Jeng, hancur sudah hati saya. Mau ditaruh dimana wajah dan kehormatan keluarga Ronodipuro.” Isak Tante Rono sesenggukan. “Memang Bram anaknya susah diatur. Tapi saya tak menyangka semuanya jadi begini. Rasanya kami sudah berusaha mendidiknya dengan benar.”
Ibu menenangkan sambil mengusap-usap pundak Tante Rono. “Tenanglah Mbakyu. Yang sabar. Memang ada apa tho?!” Sekonyong-konyong tangisnya malah jadi tak terbendung. Aku bangkit menyodorkan tissue kepada Tante Rono.
“Astaghfirullahaladzhim!!” ujarku dan ibu bersamaan.
Benarlah ini jawaban dari Allah. Bram bukan jodohku. Aku menatap trenyuh kepada Tante Rono. Kasihan, pasti berat sekali bebannya menerima kenyataan darah dagingnya menghamili anak orang di luar nikah. Semoga Bram benar-benar bertobat dan mau memperbaiki dirinya.
“Saya nggak enak sama Jeng, sama Arni,” kata Tante Rono setelah tangisnya mereda. “Padahal rencana sudah mau lamaran. Tadinya saya berharap sekali kita bisa besanan. Arni pasti bisa membimbing Bram untuk menjadi lebih baik.”
“Sudahlah Mbakyu. Kita tidak apa-apa kok. Keluarga kami tetap akan menjadi sahabat keluarga Mbakyu. Semoga jodoh Bram inilah yang terbaik. Mbakyu yang tabah ya!”
Batalnya perjodohan antara aku dan Bram tidak memberikan dampak apapun pada kehidupanku. Aku tetap memohon jodoh kepada Rabb-ku Yang Maha Mendengar.
Ayah Yudhis melirik ke arah Yudhis. Yudhis mengangguk pelan. “Baiklah Pak Margono, kalau memang begitu. Yah, memang sebaiknya hal-hal seperti pernikahan ini tidak terburu-buru menjawabnya. Kami memang tidak mengharapkan ada jawaban saat ini juga. Paling tidak kita sudah silaturahmi, nambah saudara. Kami juga ingin mengenal Arni lebih dekat, juga Bapak dan Ibu sekeluarga. Karena, terus terang kami juga kaget. Yudhis ini nggak ada angin nggak ada hujan, tahu-tahu minta saya dan mamanya untuk melamar. Padahal saya nggak pernah lihat Yudhis itu pacaran. Lha ini anak mau nikah sama siapa tho? Paling tidak kan calonnya mesti dikenalkan dulu, diajak main ke rumah. Bergaul sama keluarga besar. Dilihat bibit, bebet, bobot. Dan itu kan nggak langsung ujug-ujug begini, pakai waktu. Tapi Yudhis ngotot, katanya sistemnya bukan begitu, nggak ada pacaran-pacaran. Ya sudah akhirnya kami berembug dengan keluarga untuk datang hari ini. Kami ini hanya mendapatkan sedikit gambaran tentang Arni dan keluarga dari Yudhis. Jadi kami senang sekali bisa berkenalan dengan Bapak sekeluaga. Kami minta maaf kalau kedatangan kami merepotkan.”
“Wah nggak kok Mas, sama sekali tidak merepotkan. Lha malah seneng kok dikunjungi sekeluarga besar begini.” Ayah tersenyum menanggapi penuturan ayah Yudhis yang panjang dan lebar. “Kami harap Yudhis bersedia menunggu jawaban dari Arni. Dan kami mohon apapun jawabannya nanti tidak membuat rasa tidak enak diantara kita semua. Mudah-mudahan masih bisa terus bersilaturahmi ya Mas…!”
Malamnya kuceritakan kedatangan Yudhis sekeluarga kepada sahabatku yang juga satu kuliah dengan aku dan Yudhis dulu. Menurutnya, dari informasi yang bisa dipercaya, Yudhis memang sudah menyukaiku sejak kuliah. Oh, itukah sebabnya ia selalu memilihku menjadi sekretaris? Katanya, ketika kabar aku akan dilamar oleh Bram sampai ke telinganya, Yudhis kalang kabut. Dan akhirnya tanpa ba bi bu ia langsung datang melamar.
Akhirnya, Yudhis berhasil membawaku ke pelaminan. Betapa bangganya aku bersanding dengannya. Sang aktivis yang didamba banyak gadis. Dan kenyataannya akulah yang mendapatkannya, setelah menyingkirkan banyak saingan di hati Yudhis. Kudapati tatapan mata cemburu dan iri dari beberapa teman dan adik kelas yang kutahu pernah menyukai Yudhis, saat mereka datang ke resepsi pernikahan kami.
Hari-hari kami selanjutnya tentulah sangat indah. Bak lapis legit yang manisnya selalu ada di setiap gigitan. Tak ada duka. Tak ada lagi gelisah, gundah. Semua yang ada hanyalah bahagia dan bahagia. Lalu cinta kami berbuah. Lahir Ghazali, lalu Sabila. Semuanya menambah manisnya cinta kami.
Di awal pernikahan kami, aku dan Yudhis tetap aktif di dalam kegiatan dakwah dan sosial. Hampir setiap malam kami habiskan dengan tahajud berjamaah.
Ramadhan yang lalu, tidak lagi kami lewati dengan penuh syahdu. Tak ada tarawih bersama. Tak ada tilawah bersama anak-anak. Jika dihitung, Yudhis hanya sempat 3 kali berbuka puasa di rumah. Sisa yang 27 hari entah berbuka puasa di mana. Ia selalu pulang malam, bahkan Subuh sekalian, setelah orang-orang selesai bersahur.
Beberapa tahun yang lalu, Yudhis sibuk, aku pun sibuk. Sebagai dokter spesialis jantung, Yudhis tergolong dokter muda yang cukup laris. Aku sibuk mengurus anak, rumah, dan praktek di puskesmas. Kesibukan kami membuat tak lagi aktif dan terikat dengan kegiatan dakwah yang sebelumnya kami geluti. Tali temali yang selama ini membentengi, satu persatu mulai putus.
Di awal karirnya, Yudhis sering bercerita ia beberapa kali terlewat waktu sholat kalau sedang ada operasi yang memakan waktu berjam-jam, dari satu waktu sholat ke waktu sholat yang lain. Aku selalu mengingatkan agar ia selalu sholat tepat waktu.
“Kalau lagi operasi mana bisa ditinggal,” kata Yudhis saat aku menegurnya. “Masa untuk sholat nggak bisa ditinggal sebentar saja?” kataku.
“Kamu kayak nggak ngerti saja. Kalau ditinggal bisa-bisa pasiennya meninggal. Nanti keluarga pasien menuntut dan menuduh malpraktek. Yah, ini kan darurat, nggak apa-apa kan?” kata Yudhis enteng. Awalnya ia menganggap darurat, tapi kali kesekian saat tidak ada darurat, ia semakin menganggapnya enteng. Aku heran dengan sikapnya yang sangat mudah menggampangkan sholat.
Entah kapan dan bagaimana mulainya, Yudhis mulai sering pulang malam di luar jadwal rumah sakit. Namun, aku percaya penuh padanya. Dan sebagai istri yang baik aku berusaha untuk tak banyak bertanya yang macam-macam. Yudhis mulai mempunyai komunitas tersendiri dalam lingkungannya. Komunitas yang sangat berbeda dengan komunitas kami semasa kuliah dulu.
Ibadah kami sangat garing. Yudhis malas mengimamiku. Kalau ia capek, aku disuruh sholat sendirian. Apalagi Qiyamullail, sudah lama sekali kami tinggalkan. Capek! Begitu selalu alasannya. Hubungan di tempat tidur juga terkena imbasnya. Segala-galanya jadi kering, tanpa ruh. Menjalaninya bagai rutinitas dan kewajiban semata.
Buah cinta kami mulai besar dan mulai nakal. Aku sering kewalahan menghadapinya sendirian. Kalau aku bicara pada Yudhis, jawabnya, “Lho itu tanggung jawabmu sebagai ibu. Kamu bisa mendidik anak nggak sih? Tugasku itu cari uang!”
Ia pasti lupa isi khutbah nikah di pernikahan kami dulu. “Mendidik anak adalah tugas kedua orang tua, baik ibu maupun bapak. Ayah yang menjadi imam harus bisa menjadi nahkoda yang baik bagi biduk rumah tangganya. Dasar-dasar pendidikan itu harus berdasarkan arahan sang ayah.”
Kadangkala aku bisa sabar menghadapi Yudhis, tapi kadang pula kami bertengkar hebat. Yudhis semakin sering pulang diatas jam 1 pagi. Kalau kutelepon ke rumas sakit, dijawab kalau Yudhis sudah pulang dan tidak ada jadwal yang mengharuskannya pulang pagi. Walau begitu aku tetap berkata pada diriku sendiri, everything runs smooth, everything is ok.
Jam berapa pun ia pulang, aku tetap berusaha melayaninya. Mulai dari membuatkannya teh, kopi atau susu panas. Atau menyiapkan air panas kalau ia ingin mandi. Secapek apapun aku, kuusahakan sekuat tenaga untuk menyambut kedatangannya dengan senyum.
Yudhislah yang biasa pulang dengan wajah kusut masai dan mata merah. Tanpa senyum. Hanya perintah yang keluar dari bibir merahnya. Kadang-kadang ia bersikap manis. Tapi itu hanya jika ia ingin melampiaskan hasratnya padaku. Aku bukanlah seorang istri yang mau dilaknat oleh malaikat hingga pagi. Tugas seorang istri berusaha kutunaikan dengan baik.
Malam-malam panjang, ketika menanti Yudhis pulang, sering kuisi dengan sholat tahajud. Aku memohon agak Allah membuka kembali hati Yudhis dan memberikan takdir yang baik bagi kami sekeluarga.
“Arni, aku ada berita nih! Tapi kamu jangan kaget ya. Kamu percaya kan sama aku? Ini tentang Yudhis,” suara Toni, sepupuku, terdengar di HPku. Aku mengangguk walau tahu ia tak akan melihat anggukanku.
Toni melanjutkan, “Bukan cuma itu, aku pernah nguntit suamimu itu ke beberapa tempat. Afterhour, D’S Place, Barbados.”
“Oh ya?” kataku datar.
“Kamu kok nggak kaget?” tanya Toni.
“Kaget? Memang kenapa?” tanyaku bingung.
“Arni! Itu tuh tempat dugem, tau nggak?” jawab Toni.
“Du…gem?”
Aku tak percaya, gumam bathinku. Tapi tak urung, tangan ini gemetar memegang HP. “Kamu salah orang mungkin Ton. Orang yang mirip Yudhis.”
“Salah orang bagaimana. Jelas banget gitu kok! Aku ngeliat dia sekitar jam 1 malem lewat. Dia sering nggak ada di rumah nggak kalau jam-jam segitu?”
Aku tersentak. Ya, Yudhis memang sering pulang pagi, dan ia nyata-nyata tidak sedang tugas di rumah sakit. Tapi…main billiard, minum, berpelukan dengan perempuan…? Rasanya sulit hati ini mempercayainya.
Hari ini, baru saja, semua pertanyaan yang bergumul di hatiku dan segala hal yeng menjadi rahasia selama ini terkuak lebar. Yudhis berkata jujur padaku bahwa ia mencintai perempuan lain, ingin bercerai dariku dan akan menikahi perempuan itu. DUARRRRRRR!!!!!! Bagai disambar geledek rasanya jantungku. Aku limbung.
“Baru kali ini aku benar-benar merasakan jatuh cinta. Maaf, sejak dulu aku tak pernah merasa mencintai kamu Arni. Aku mau ceraikan kamu!” Bibir itu berkata dingin, seolah tak sedang berbicara dengan istri yang telah mendampinginya sepuluh tahun ini. Bagaimana mungkin ia mengaku tak mencintaiku. Semuanya begitu manis. Aku tak percaya ia berkata begitu.
“Yudhis, sadarkah apa yang baru saja kamu katakan? Kamu baru saja menjatuhkan talak!”
“Memang begitulah mauku. Akhir-akhir ini aku merasa begitu hidup. Bergairah dan penuh cinta. Aku merasa bahagia dengan Meta. Kita urus perceraian secepatnya. Besok kita ke Pengadilan Agama.” Kata-katanya dingin menusuk. “Sore nanti aku akan pindah. Sekarang aku mau numpang tidur sebentar. Di sofa di luar sini juga nggak apa-apa. Aku capek!”
“Mas, apa benar kamu sering ke tempat-tempat dugem?” aku memberanikan diri bertanya.
“Hahhhh?! Dari mana kamu tahu?” teriak Yudhis.
“Toni. Dia bilang beberapa kali lihat kamu. Sedang bersama perempuan dan minum-minum.”
“Ngapain sih Mas kamu ke tempat-tempat seperti itu?” aku bertanya sambil menahan tangisku yang hampir saja meledak.
“Ah kamu tahu apa tentang tempat seperti itu. Aku merasa senang di sana. Dan apa pula urusanmu. Kita sudah cerai, kamu nggak berhak turut campur lagi. Ini hidupku tahu?!”
“Masya Allah Mas, istighfar Mas, istighfar…kamu lagi lupa diri Mas! Cepatlah bertobat”
Begitu Yudhis terpejam tangisku tumpah ruah. Tak pernah terbayangkan sebelumnya Yudhis akan jadi seperti ini. Sang manusia sempurna bagi sebagian orang yang mengenalnya. Yudhis, yang semasa muda tak pernah mengenal tempat-tempat seperti itu. Yudhis, yang dulunya selalu membasahi bibirnya dengan berzikir. Yudhis, yang selalu menjaga wudhu, tak mau bersentuhan dengan wanita selain mahramnya. Yudhis, yang dulu lingkungannya selalu orang-orang yang baik.
Tapi sekarang??? Ketika lingkungan berubah, ia pun berubah. Menjadi manusia yang 180 derajat berpindah ke sisi lain dunia. Siapa yang akan mengira.
“Nggak kok sayang. Nggak papa,” aku mengusap air mata yang berurai. Ya Allah, lalu bagaimana nasib Ghazali dan Sabila tanpa ayahnya. Aku tak sangup lagi berpikir.
Di atas sajadah, aku mengadu kepada Rabbku yang Maha Mendengar hambanya yang tengah kesusahan. Aku pun sadar tidak seluruhnya adalah kesalahan Yudhis, pasti aku ada mempunyai andil. Aku terlalu mencintainya, memujanya. Bahkan cintaku padanya mungkin melebihi cintaku pada Allah. Mungkin ini teguran Allah bagiku, yang sering lupa padaNya. Yang menjadikan kecintaanku pada mahluk melebihi segala-galanya.
Satu episode hidupku telah berusaha kulalui dengan tetap berada di jalanNya. Dahulu, aku memutuskan menikah dengan Yudhis berdasarkan istikharah. Pada waktu itu aku ridho dengan agamanya. Sebagaimana pesan Baginda Rasulullah SAW agar tidak menolak pinangan laki-laki yang agamanya baik. Jika tidak maka akan terjadi fitnah di muka bumi. Dengan berbagai pertimbangan itu aku menerima lamaran Yudhis. Jadi salahkah aku kalau semuanya berakhir seperti ini?
Aku masih hidup dan bernafas. Ini bukan akhir hidupku. Aku yakin Allah pasti punya rencana yang lebih baik di balik semua ujian yang diberikannya. Kekalutan dan ketakutanku perlahan sirna. Aku tak perlu khawatir dengan hidupku, hidup anak-anakku kelak. Allah-lah yang menjamin hidupku. Dia tak akan menelantarkan hambaNya.
Inilah takdir yang telah ditetapkan olehNya. Dan ini pasti yang terbaik bagi kami semua. Semoga saja Allah membukakan kembali hati Yudhis yang telah kelam dan mengembalikannya kepada kehidupan yang dulu.
Kupandangi lagi wajah tampan di seberang aku duduk saat ini. Nanti sore ia akan pergi dari rumah ini, pindah ke apartemen Meta, perempuan yang sering bersamanya di tempat dugem. Dan esoknya, kami akan ke Pengadilan Agama, mengurus perceraian.
Tangisku tetap ada, jiwaku tetap remuk redam, tapi hatiku terhibur olehNya. Satu episode hidup telah kulalui. Ketika cinta harus usai maka hidup harus terus berlanjut. Hati kecilku bertanya, kepada siapakah sebenarnya cintaku kupersembahkan? Kepada Yudhis ataukah Allah. Cinta sesungguhnya tak pernah usai. Kuusap lelehan tangisku. Episode lain telah menunggu untuk disusuri.
Cerpen Sedih Tentang Cinta
Judul: Sorot Pelangi
Oleh: Syahrima
Blog: syyahrima.blogspot.com
Twitter: @syahrima
Pagi yang seperti biasa, murid-murid melangkahkan kaki nya dengan senyuman lebar dipipi nya. Termasuk Rio, kapten basket sekolah yang banyak digandrungi oleh para wanita ini seperti biasa mengawali rutinitas nya bersama Ara, sahabat karib nya yang di kenal sejak ia duduk dibangku sekolah dasar. Rio dan Ara selalu melakukan hal bersama-sama, layaknya seorang kakak dengan adik nya mereka pun selalu berusaha untuk membuat sebuah semangat setiap hari nya dengan bersama-sama.
Rio yang dikenal sebagai kapten basket sekolah ini adalah salah satu dari sekian banyak orang yang selalu menebarkan senyuman untuk semua orang, seperti pelangi.. sinar mata Rio mampu memancarkan aura positive bagi orang-orang yang melihat nya. Seorang siswa berprestasi ini mampu memikat semua wanita yang ada di sekolah. Tapi sayang, sejak dulu Rio tidak pernah mengerti apa itu “mencintai dan dicintai”. Sangat bertolak belakang dengan Ara, hampir semua wanita pernah menjadi tambatan hatinya. Tidak jauh beda dengan Rio.. paras wajah Ara juga mampu membuat wanita jatuh hati pada nya.
Hari-hari mereka penuh canda dan tawa, selalu ada lelucon dalam persahabatan mereka. Sampai akhirnya mereka bertemu dengan Shilla.. gadis cantik dan baik hati ini datang di kehidupan mereka. Seakan mengubah hidup Rio, semenjak mengenal Shilla diam-diam Rio menyimpan rasa pada Shilla. Hanya Ara yang tahu semua cerita Rio tentang Shilla.
“Kapan nih lo mulai deketin Shilla? Hati-hati, sob! Keburu di gebet orang”.. celetuk Ara saat bel istirahat berbunyi. Jawab Rio dengan santai.. “ah! Lo kayak baru kenal gue sehari aja.. minder gue bos deketin cewek cantik kayak Shilla. lo tau sendiri gimana penyakit gue sekarang”. perdebatan mulai panas saat mereka membicarakan wanita ini, satu-satu nya wanita yang bisa membuat jantung Rio seakan berhenti berdetak saat dua mata mereka saling bertatapan.. “kapan lagi?! Ayolah tunjukin dan kejar cinta lo itu. Gue yakin lo bisa!”.
Waktu terus berputar, kalimat Ara selalu menjadi hantu dalam ingatan Rio.. sebenarnya bukan karena alasan itu yang membuat Rio merasa tidak pantas untuk Shilla. faktor keluarga yang menjadi salah satu alasan kuat Rio, kurang lebih sudah dua tahun Ibu Rio menjadi single parent. Semenjak itu Rio berjanji hanya ingin membahagiakan wanita tercantik nya itu, yang menurutnya adalah Ibu nya.
Alasan lain yang membuat Rio takut adalah Glioma, katagori besar kanker tumor premier yang berasal dari sel-sel glia. Jenis kanker yang dimulai dari otak atau tulang belakang. Rio adalah salah satu penderita kanker tulang belakang yang mungkin mempunyai presentase untuk dapat bertahan hidup hanyalah 50%. Walau awalnya merasa bahwa kanker tersebut adalah sebuah tamparan hebat yang membuat hidupnya sama sekali tidak memiliki arti lagi, Rio secara perlahan memulai mencoba untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan ketegaran dan besenang-senang dengan sahabatnya, Ara. Juga wanita yang di cintainya Shilla.
Ara selalu memotivasi dan meyakinkan Rio bahwa ia layak untuk mendapatkan cinta Shilla. singkat cerita cahaya kehidupan Rio mulai hadir kembali, Shilla yang selama ini didambakan nya sudah menjadi kekasih nya. berkat Ara yang selalu meyakinkannya. “Tuh.. gue bilang juga apa! Lo tuh selalu deh jangan suka putus asa sebelum mencoba. Terbukti kan sekarang Shilla bisa lo dapetin!”. Ujar Ara sambil merangkul pundak sahabatnya itu. “Sekarang gue percaya kalau selama berusaha gue pasti bisa dapetin apa yang gue mau. Makasih banget nih, Sob! Gue coba buat nikmatin hidup gue ini.” Tegas Rio dengan penuh semangat.
Seminggu kemudian Rio datang menemui dokter yang rutin ditemui nya setiap minggu untuk mengetahui bagaimana perkembangan Glioma di tubuh Rio, seakan tersambar petir saat Rio mendengar diagnosa tentang penyakitnya yang diutarakan oleh dokter.. “sel kanker di tulang belakang kamu makin menebar, harapan hidup penderita glioma mungkin hanya 46,33 bulan dengan rentang waktu 38-55 bulan” ucap dokter.. semua hening, waktu terasa berhenti saat vonis itu di jatuhkan pada Rio. Tapi Rio tidak berhenti disitu saja. Ia lebih menikmati hidup nya mulai hari itu dengan Ara sahabat karib nya dan Shilla wanita yang di cintainya.
Kehadiran kanker dalam hidup Rio telah membuat hubungan antara dirinya dengan kekasihnya, Shilla dan Ibumya menjadi begitu terguncang. Di sisi lain penyakit kanker tersebut kemudian membawa Rio untuk mengenal beberapa karakter baru dalam kehidupannya yang mampu membuatnya lebih merasa bahagia atas kehidupan yang telah dijalaninya selama ini.
“Promnight tinggal nunggu hari nih, kita jadi dateng bertiga Ara, kan?” tanya Shilla pada Rio. “jadi dong.. kita bertiga nanti bareng-bareng ya kesana.” Ujar Rio dengan semangatnya.
Malam itu pun datang, semua anak terlihat bahagia saat promnight. Malam ini bisa di sebut sebagai malam perpisahan karena seminggu lagi mereka akan mengadakan hari perpisahan dan kelulusan. Rio lulus dengan nilai yang memuaskan, peringkat pertama dapat diraih nya dalam Ujian Nasional tahun ini. Begitupun dengan Ara.. walaupun tidak sama dengan peringkat Rio, namun Ara mendapatkan universitas yang ia idamkan sejak dulu. Tidak ketinggalan denga Shilla, wanita yang di cintai Rio ini benar-benar lulus dengan hasil memuaskan juga di terima di salah satu universitas kedokteran.
“Hai semuanya… gue mau ngomong sesuatu nih..”. tiba-tiba terdengar suara Rio yang berbicara di tengah kerumunan teman-temannya.. “gue itu sebenernya mengidap Glioma,lhoooo.. kanker tulang belakang dan udah akut banget.. hahahahaha” Rio mengutarakan kaliamat itu dengan nada lelucon dan tertawanya yang cukup keras. Dari sisi lain ada Ara yang menarik Rio dan berkata, “hahahaha lo semua kayak gak tau Rio aja, dia kan biasanya suka bercanda.”
Semua hening, antara percaya atau tidak namun semua teman-teman Rio sekejap merasakan khawatir, tidak lain adalah Shilla.. tersentak menangis saat mendengar kalimat Rio tadi. “Gila lo,Yo! Ngomong apasih lo barusan? Mau buat perhatian baru di sekolah?” Tanya Ara dengan sinis. Dan dengan lantang nya Rio menjawab, “gue Cuma bercanda kali, dan seenggak nya biar mereka nanti gak tanda tanya waktu ngeliat gue udah meninggal”. “heh ngomong apa sih lo?!” Tegas Ara.
Hari yang di tunggu-tunggu datang. Kelulusan itu sudah didepan mata. Semua siswa antusias dengan hari ini, entah apa yang istimewa hari ini.. tapi tetap saja bagi Rio hari ini masih seperti hari biasanya, tanpa ada yang istimewa kecuali hadir nya Shilla yang ada di sampingnya. Hari yang aneh.. tidak biasa-biasanya Rio memeluk Shilla dengan erat, “Shilla.. kamu harus jadi dokter. Kelak suatu saat nanti mungkin Cuma kamu satu-satu na dokter yang bisa sembuhin penyakit aku”. Kata-kata Rio yang membuat Shilla bertanda tanya.
Mala petaka itu datang, saat semua siswa bahagia mendapatkan kelulusan. Namun tidak untuk Rio… “Yo…bangun! Rio kenapaa?!”. Suara teriakan itu datang dari belakang panggung. Ternyata Rio sudah terbaring di lantai, dengan darah yang menyelimuti hidung hingga setengah wajah Rio. Semua panik.. haru biru pun terasa di hari perpisahan ini. Semua darah penuh di setengah wajah Rio, bahkan mata itu.. mata yang mempunyai sorot seperti pelangi seakan redup, habis, dan mati tenggelam merah nya darah itu. Hari perpisahan yang mungkin tidak hanya untuk para siswa. Namun juga untuk Rio...
CERPEN SEDIH_ Senja Yang Sudah Mati
“HATINYA hilang, hatinya hilang, hatinya hilang,” teriak mereka.
Aku tak mampu apa-apa lagi, seluruh tubuhku kelu. Berat sekali. Dan sebentar kemudian, mataku merapat. Dan, badanku menjadi ringan. Aku terbang. Menuju hitam. Aku bebas.
Duduk aku di pantai ini, menatap jingganya sunset yang sebentar lagi akan tergantikan oleh gelap. Lembut belaian angin sepoi menerpa tubuhku. Ombak tergulung. Dan, camar-camar beterbangan. Ingin pulang nuju sarang.
Sepinya pantai ini. Sejauh mataku memandang, tak ada siapa-siapa. Hanya aku seorang dan seorang hitam, yang berada agak jauh dariku. Tak tahu siapa. Menatapku. Lain tidak, kecuali memang makhluk-makhluk yang berhabitat di sini. Namun, aku tak ambil peduli dengan itu semua. Aku heran, kenapa aku ada di sini? Entah. Perasaanku sepertinya ingin menikmati saat ini. Menikmati ini, sendiri saja.
Kuingat dirimu di sana. Kekasihku. Jauh. Berada di seberang lautan nun jauh dari pelupuk mataku. Butuh kapal atau sekadar perahu untuk sampai ke tempatmu. Tapi, terus terang aku tak punya. Jadi, kunikmati saja kerinduan ini. Kerinduan yang telah sampai ke atas ubun-ubunku. Sambil menatap senja.
Hei! Sedang apa kau di sana? Ah, mungkin bersama kekasih barumu? Membuainya dengan kata-kata mesra yang sama, seperti yang pernah kau katakan kepadaku.
“Hei, aku rindu!”
Sepatah kata itu akhirnya terucap pelan dari bibirku yang kelu menahannya. Sebuah ungkapan kerinduan hati yang tertahan selama ini. Besok adalah hari ulang tahunmu, ya, aku ingat besok adalah hari yang sangat penting bagi dirimu. Entah, aku akan memberikanmu apa. Mungkin kau tak ingin apa-apa dariku, seorang hilang ini. Tapi, sungguh aku ingin memberikannya tanpa bermaksud apa-apa lagi.
Senja memerah dengan jingganya. Pun laut telah menghitam. Semua hampir tergantikan kegelapan malam. Aku ingin pulang. Selang beberapa saat, datang ide bagiku untuk mengambil beberapa ornamen dari pantai ini sebelum pulang. Ya, untuk kujadikan kado buat kamu. Kamu seorang saja. Agar, kau tahu kerinduanku ini sudah menjamur di padang-padang pengembaraan panjangku.
Segera mulai kupunguti pasir, kerang, dan sedikit air laut yang kumasukkan ke dalam botol. Juga tak lupa kuabadikan sunset yang masih memerah, sebuah sunset yang dulu pernah menjadi saksi antara kita, di dalam HP-ku—HP berkamera digital. Dan, klik. Semuanya sudah kujadikan satu dalam kantong plastik. Seterusnya, hari sudah mulai gelap, matahari sudah tak tampak lagi, termakan ufuk barat, pun cahyanya yang kemerah-merahan sudah hilang. Malam datang. Aku pulang.
***
MATAHARI membumbung tinggi. Pagi. Kutonton dari balik jendelaku, burung-burung gereja bernyanyi ceria di antara dedaunan dan dahan-dahan pohon. Merdu sekali. Semerdu suaramu. Kurasai. Menjadi teringat benakku lantunan lagu Eric Clapton dulu, sewaktu kita pergi ke suatu pesta.
We go to a party and everyone turns to see
This beautiful lady that’s walking aroung with me
And then she asks me, ”Do you feel all right?”
And I say, “Yes, I feel wonderful tonight.”
Aku begitu bersemangat untuk cepat-cepat ke kantor pos. Mengirimkan kado untukmu dengan paket kilat khusus, yang esok akan kau terima. Sebuah kado spesial buat kamu.
Aku berjalan. Hari ceria. 10 menit aku terus berjalan, tiba-tiba langit menjadi gelap. Seluruh awan putih berarak ke utara. Digantikan awan hitam dari selatan. Angin menerpa dengan tiupannya yang keras. Matahari telah tertutup awan tebal. Kelabu. Hujan sebentar turun. Masih 20 menit sampai ke kantor pos. Aku berlari. Berlari kencang. Toko-toko sudah tutup. Aku berlari. Berlari kencang. Takut, kalau-kalau kantor pos sudah tutup. Aku berlari lebih kencang.
Hujan turun dengan derasnya. Aku tetap berlari. Kubungkus kado untukmu dengan plastik agar terhindar dari guyuran hujan. Biar tak rusak saat kau menerimanya. Bukankah guyuran hujan mengandung asam yang dapat merusakkan benda-benda, katamu dulu.
Aku berlari. Berlari terus. Sudah 16 menit aku berlari. Berlari. Dan, di kejauhan, aku melihat seorang hitam. Aku tak acuhkan. Aku tak peduli. Yang penting bagiku sekarang, adalah aku berhasil mengirimkan kado ini untukmu. “Kantor pos!” kuucapkan dalam hati. Aku melebarkan senyum pada diriku sendiri. Makin kupercepat langkah kakiku.
Dengan napas tersengal, aku sampai. Kupandangi kantor pos itu dari depan pintunya. Belum tutup. Ah, betapa lega hati ini. Tersenyum. Kubayangkan dirimu tersenyum di sana menyambut kado kirimanku ini. Aku begitu bahagianya.
Tiba-tiba, seseorang menepuk bahuku. Spontan saja kutolehkan mukaku dengan maksud untuk berbagi kebahagiaan dengannya. Dan, jlep, jlep, jlep, tiga lubang bersarang tepat di tubuhku. Aku rubuh.
***
SAMAR kulihat orang itu. Dia meringis. Gembira? Bahagia? Sedih? Kecewa? Entah. Aku tak tahu. Tapi, aih terasa perih tubuhku. Sekujurnya kaku, tak bisa kugerakkan sedikit pun. Lalu kurasai tubuhku terguncang-guncang. Aku tak berdaya. Kudengar dia terbahak. Tak jelas, telingaku sakit. Merah bercecer. Namun, tak ada siapa-siapa. Aku sendirian.
Kufokuskan mataku. Ingin tahu. Aku memang sudah tak kuat lagi. Tetapi, paling tidak aku bisa tahu siapa dia supaya aku tak penasaran. Dan, menjadi hantu yang berkeliaran mengganggu ketenangan orang-orang tak berdosa.
Wajahnya hitam. Seluruh tubuhnya juga hitam. Dan, ingatanku melayang menuju pantai kemarin. Ya, sosok hitam itu, persis seperti dia. Seorang hitam di pantai yang bersamaku. Dan juga, seseorang yang kulihat di jalan tadi. Mirip seperti dia. Apakah dia itu?
“Hei! Kau kurang ini!” katanya. Dia mengacung-acungkan tangannya ke mukaku. “Akan kukirimkan. Akan kukirimkan,” lanjutnya lagi.
Lalu, ia berjalan pergi membawa paket untukmu dan segumpal daging bersamanya. Masih mengucurkan darah segar.
Aku sendirian. Sepi. Sepi. Hujan masih membasahi bumi dengan derasnya. Tiba-tiba, tubuhku terasa ringan. Aku melayang. Kulihat jasadku dikerumuni banyak orang.
“Hatinya hilang, hatinya hilang, hatinya hilang!” ujar kerumunan itu.
Aku menuju hitam. Aku lepas jasad.[]
----------
Penulis: Lilih Prilian Ari Pranowo | Kontak penulis: lilih.yogyakarta@gmail.com atau lihat blognya di http://lilihprilian.blogspot.com | Cerpen sedih ini pernah dimuat di Sriwijaya Post, tanggal 16 Januari 2005.
Hari ini wajah imut Sheryn tampak pucat, ia tak kuat lagi menjalan kan aktivitasnya, namun kedua orang tua sheryn tak perduli akan hal itu, malah dipaksanya sheryn agar kesekolah. Walau berat melangkah sheryn harus tetap melakukan semua ini dami mendapat senyum dari mama tecinta. Badan sheryn terasa hangat, tubuhnya tak fit, tapi tak apa sheryn tetap bergegas kesekolah.
Sesampainya disekolah Sheryn melewati kelas IXB, dan sherynpun pingsan. Sheryn terasa hampa, dan Semi pun menggendomg sheryn sampai di ruang UKS. Tak lama kemudian, sherynpun sadar dari pingsannya, iapun sangat terkejut karena ada Semi yang menemaninya diruang UKS. Hari ini ia baru telah tiba, namun kenapa wajah sheryn masih terlihat pucat, Semi curiga, ia heran apa yang teradi pada diri Sheryn. Disaat semi mendekatkan diri pada sheryn, namun demikian Sheryn malahan menjauh, entah apa yang ada pada fikirannya saat ini.
Satu minggu setelah kejadian itu, Sheryn pun pingsan kembali, dan kali ini tentu membuat semi semakin curiga, ia mencoba untuk bertanya pada sheryn, Namun sheryn hanya menggeleng-gelengkan kepala seperti menyembunyikan sesuatu. Sepulangnya dari sekolah, sheryn berjalan menuju rumah sakit, ia ingin memeriksa keadaan nya, sesampainya, Sheryn dirumah sakit ia dipersilakan untuk berbaring, untuk diperiksa oleh Dokter, seusai dari pemeriksaan, hasil tes pun di terimanya, dan ternyata sheryn mengidap menyakit kanker otak stadium akhir, dan setelah ia membaca hasil tersebut sampai usai, sheryn difonis dokter akan hidupnya tidak akan lama lagi, sekitar 3 bulan. Sheryn pun terus saja menangis, tapi sheryn tak ingin orang tua dan semua orang mengetahui penyakit yang dideritanya saat ini sampai 3 bulan kedepan, Sheryn hanya bisa berpasrahkan diri pada sang pencipta.
hari-hari yang Sheryn selalu di lewati dengan rasa sakit, terkadang sering pingsan, tapi apalah daya sheryn yang berusaha untuk menyimpan rahasia atas keadaanya adalah hari ke-90 setelah surat fonis dari dokter diterimanya, Hari ini ia dirawat dirumah sakit, dan sheryn terus saja menjerit kesakitan, dan akhir nya sheryn menghembuskan nafas terakhirnya.
Surat terakhir dari Sheryn
Mamah, papah, dan semua nya
sheryn capek jika terus dan terus mengikuti kemauan papah dan mamah, bukannya sheryn nggak sayang sama kalian, tapi sheryn juga kepengen ngelakuin hal yang sheryn suka,
maaf kan sheryn ya apa bila sheryn pergi nggak pamitan sama mamah dan papah
Bahagia lah di dunia walau tanpa sheryn
sheryn sayang semua nya.........
Demikianlah cerita cerpen sedih "Rahasia sebuah keinginan" yang telah dipublish oleh serba serbi dan karya dari sahabat dari Nusa tenggara Barat.
Cerpen Sedih: Bergema
Hari sudah menjelang sore ketika aku masuk gudang tua yang terletak di belakang rumahku. Kunyalakan lampu untuk memberikan cahaya terangnya. Terbelalak aku melihat gitarku ada di sana. Ternyata gitar itu tak hilang atau dibuang, ia ada di sini. Lalu aku segera mengambilnya dan membersihkan gitar kopong itu dari debu. Aku lihat ke dalam lobang gitar itu, tersembul merk terkenal Yamaha C-100. Merk yang keren pada masanya dan masih sangat murah sekali. Bayangkan dengan uang sebesar 100 ribu, kita sudah bisa membeli gitar terbaik. Sekarang? Hmm, jangan ditanya... bisa sampai 500-an ribu lebih. Aku nggak tahu.
Setelah gitar kopong itu berhasil kubersihkan, aku memetik dawainya satu per satu. Sebuah perasaan halus menyergapku. Alunan suaranya masih selembut dahulu, meski sudah agak bampet* lantaran terkena lembab. Aku mencoba memainkan nomor lawas Led Zeppelin, “Stairway to Heaven”. Terpesona aku menikmatinya. Tapi tak sampai habis, aku segera berhenti. Lalu kujauhkan gitarku. Kuperhatikan bentuknya. Belum ada cacat di bagian manapun. Padahal sudah 10 tahun berselang sejak gitarku ini dinyatakan hilang oleh ibuku.
Ibu yang tak menyukai aku bermain musik, tiba-tiba saja mengatakan bahwa gitarku sudah dijual di tukang loak. Aku yang baru pulang hanya bisa terperanjat mendengar perkataannya.
“Gitarmu sudah ibu jual di tukang loak,” katanya dingin, “Ini uang hasil penjualannya.”
Hah, kaget aku dibuatnya. Cuma 10.000 perak? “Ibu bagaimana mungkin gitar itu ibu hargai 10.000 perak? Gitar itu harganya 100.000!”
“Itu kalau baru. Tentu saja penjual loak itu takkan mau membayar 100.000 untuk gitarmu yang butut itu.”
Terus terang aku sedih mendengar perkataan itu. Tak ada yang bisa dibantah dari ibuku. Ia seorang ototiter sejati. Sedangkan aku hanya anak kecil berumur 11 tahun yang sedang menggandrungi kegilaan musik dunia.
Keluargaku bukan dari kalangan pemusik. Tidak ayah. Tidak ibu. Tidak orang tua mereka sebelumnya dan sebelumnya lagi. Tidak. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengajarkan kepada kami anak anaknya, bahwa hidup adalah untuk bekerja. Bukan untuk disia-siakan dengan genjrang-genjreng tak keruan di malam buta dan membuat bising orang lain. Hidup adalah kedisiplinan. Tapi aku lain. Aku bocah ingusan yang ingin bergerak di dalam geliat musik.
***
Aku ingat pertama kalinya aku mencintai musik. Waktu itu masih kelas dua smp di salah satu smp negeri di lobang buaya, jakarta timur. Sebenarnya aku mulai menyukai musik sudah dari kelas satu, tapi waktu itu kuanggap musik masih mengganggu telingaku. Sekitar tahun 1996-an, dewa 19 (masih format ari, andra, edwin, dhani dan wong aksan) meluncurkan album pandawa lima, yang jadi hits adalah lagu kirana.
Lagu tersebut seringnya diputar di televisi-televisi. Dan kawan-kawan juga sering mendendangkannya, maka aku jadi hapal liriknya. Terus teringang-ngiang di dalam kepalaku. Terus saja begitu. Tak pernah mau hilang. Sampai-sampai ketika mau tidurpun lirik-lirik lagu kirana terus berdendang di dalam kepala, begitupun musiknya. Aku memaki: cumi! Kenapa nggak mau ilang sih ini musik? Pikirku saat itu. Gila! Aku nggak bisa tidur...aku merutuk-rutuk terus dalam hati. Duh, kirana-nya dewa teringang-ngiang nih, omelku sendiri. Meski akhirnya bisa tidur, tapi sudah larut sekali. Dan besoknya aku bangun sampai mengantuk dan agak terganggu belajar di sekolah.
Itu dulu waktu masih kelas satu. Aku membenci musik karena membuatku tidak bisa tidur. Membuat hidupku sengsara saja. Namun begitu aku naik ke bangku kelas dua, segala pikiranku berubah. Baiklah kuceritakan saja bagaimana aku mulai menyukai gitar hingga tergila-gila seperti sekarang ini.
Malam itu aku dan empat orang kawan (yudis, bakoy, adang, dan septin) sedang kongkow di tanah lapang. Yah, lapangan yang biasa buat main bola sama anak-anak. Malam itu langit cerah, banyak bintang bersinar kerlap-kerlip di hitamnya langit. Bakoy unjuk gigi menyanyikan salah satu dari hits tembang lawasnya iwan fals “barang antik”. Meski agak sumbang-sumbang dinyanyikan olehnya (yah mirip penembang aslinya yang bersuara sumbang), lagu itu tetap enak dinyanyikan di udara dingin seperti ini. Lagi pula lagu apapun yang dinyanyikan oleh anak-anak seusia kami memang asoi-geboi. Kami nggak peduli kami bisa menjadi apa, asal kami bisa berteriak-teriak kami sudah senang.
Sejak malam itu hari hariku selanjutnya selalu dipenuhi dengan hasrat bermusik. Khususnya instrumen gitar. Kemudian aku meminta ayahku untuk membelikan sebuah gitar kopong, yah yang murah-murah juga nggak apa apalah, pintaku waktu itu. Permintaan ini sekaligus sebagai pengganti dari apa yang pernah ia tawarkan padaku, yaitu sepatu bola. Sebelumnya aku ingin dibelikan sepatu bola olehnya, tapi aku nggak suka maen bola, kecuali terpaksa aja. Karena itu tawaran itu aku tampik. Dan setelah aku menyukai musik. Aku minta dibelikan gitar aja. Akhirnya keinginan itu terpenuhi. Gitar pertamaku: osmond. Sebuah merek dagang yang jauh kualitasnya dibanding yamaha. Ah, sebodo ah, asal bisa ngegenjreng genjreng sampai puas. Nah begitulah ihwal pertama aku menyukai musik. Kegilaanku. Hasratku. My hobies.
Setelah makin lama begini main musik, aku jelas mulai lincah memetikkan dawai-dawai pada gitarku. Dan mimpiku pun melambung tinggi. Aku ingin jadi rockstar. Itu juga karena yudis memperkenalkan sebuah kaset mr.big padaku. “Ri, coba kamu dengerin ini musik, dashyat! Gila, rumit banget, abang aku bisa maininnya. Aku nguliknya susah. Nih aku pinjemin, siapa tahu bisa.”
Live at budokan nama album yang yudis pinjamkan padaku itu. Aku antusias sekali mendengarkan tiap-tiap melodinya. Betul-betul memukauku, yang pada awalnya hanya tahu kancah musik indonesia dengan tokoh-tokoh tertentu, macam dewa, wayang, bragi, pas band, gigi dan lainnya. Namun lewat album itu, tentu saja wawasanku bertambah luas. Permainan solo yang dimainkan paul gilbert—eks gitaris racer-x, yang gitaris pertamanya, sangat mempengaruhiku. Awalnya aku nggak mengerti apa itu permainan instrumental, tapi lama lama aku juga paham, karena sering mendengarkan. Speed teknik dan kualitas tinggi, argh agak bunek juga aku mendengarkan irama yang seperti itu. Belakangan aku menyukai joe satriani dan steve vai.
Busyet, nggak mungkin aku bisa. Telingaku tak cukup mampu mendengar kecepatan melodinya. Shit, aku merutuk dalam hati. Bagaimana mungkin ini? Aku tak patah arang, aku mencoba terus dan terus. Latihan dan latihan. Gitar kopong jadi saksiku. Ia merupakan sahabat terbaikku. Tak pernah aku berputus padanya, seperti aku berputus dari pacar-pacarku. Hingga akhirnya aku bisa menjadi shreder. Merasa keren dan takjub, seolah tak percaya. Aku jadi gampang saja mendengar melodi siapapun dan kutirukan dengan mudah. Itu terjadi kala aku bermimpi ketemu sama sosok dewa gitar dengan perwujudan sinarnya. Dalam mimpiku, sang dewa gitar berkata padaku, “kau akan jadi gitaris hebat!”
Jujur aku senang sekali mendengarnya. Dan ketika aku bangun pagi-pagi, seluruh pikiranku jernih. Otakku terasa ringan. Aku juga merasakan perubahan pada suhu tubuhku. Jari-jemariku juga serasa lincah saja, selalu ingin menari-nari. Tak terkecuali di dalam rumah, di dalam kelas pun pikiranku selalu tertuju pada satu hal: musik. Nada-nada mulai muncul bergantian silih berganti, beriringan.
Aku pun memamerkan ini pada yudis. Seperti biasa, anak anak kompleksku sering mengadakan kumpul kumpul dan berdiskusi mengenai musik. Juga berdiskusi tentang perkembangan skill tiap-tiap individu. Aku juga mulai ngeband waktu itu. “Dis, aku telah berhasil menguasai teknik solonya paul gilbert di album yang kau pinjami itu.”
“Benarkah?” tanyanya antusias.
Aku mengangguk. Lalu sejurus kemudian aku tancapkan kabel gitarku pada ampli. Dan meraung-raunglah suara serak gitarku dari ampli itu. Diiringi tepuk tangan. Tak ketinggalan decak kagum mereka. Aku merasa di atas angin. Keren sekali. Tapi mereka pun tak kalah. Mereka juga semakin lihai bermain musiknya.
Tapi aku tak mendapat restu ibuku. Akhir caturwulan nilaiku ancur berantakan. Tak ada yang bersisa hampir rata-rata nilaiku merah. Aku tinggal kelas. Kegagalan ini membuat murka mereka.
“Dasar anak tahu diuntung! Kau sudah lumayan bisa bersekolah, malah sok-sokan maen musik segala! Mau jadi apa kamu? Mau jadi pemusik yang hidupnya nggak jelas itu ya?” maki ibuku. Jujur, aku sedih. Tapi ia ibuku, titah segala perintah. Tinggal dialah yang aku punya. Puncaknya terjadi saat gitarku dinyatakan sold out oleh seorang tukang loak, hanya dengan 10 ribu perak.
Aku tersenyum. Memandangi gitar ini. Yah, meski kini aku tak bermain musik lagi. Tak bermain musik lagi. Tapi rock n roll belum mati dalam diriku. Sementara jam sudah menunjuk angka delapan. Sudah saatnya aku beranjak dan kembali merayapi malam.[]
Cerpen Sedih: Kado Biru Untukmu
Aku duduk dekat jendela di bangku penumpang nomor 13 A di gerbong 5, sesekali aku kembali memandangi kotak biru yang terbungkus pita biru itu. Sebuah kotak biru yang kupegang dengan erat, sebab akan kuberikan pada seseorang nanti, sesampainya aku di Yogya. Kereta berangkat dari Stasiun Senen. Pada awalnya bergerak lamat-lamat namun semakin cepat dan semakin cepat. Aku melihat jam Seiko yang melekat di pergelangan tanganku, yang menunjuk pukul 7.30 pagi. Aku tahu kereta belum akan mempercepat kecepatannya sebelum melewati Stasiun Bekasi Kota.
Makanya, aku berharap Stasiun Bekasi Kota cepat dilewati kereta apiku. Untuk selanjutnya melaju menuju Stasiun Tugu Yogyakarta. Meski aku tetap harus bersabar selama kurang lebih 10 jam. Rindu yang sudah menggelora di hatiku terasa sekali. Menyakitkan juga indah. Aku benar-benar ingin segera menemuinya. Aku sadar sedang berada di awang-awang sekarang. Seluruh pandangku menembus jendela kereta, menggambarkan keindahan yang tak tereja dengan kata-kata. Seolah-olah... aku melihat sawah-sawah.
Apa yang kuharapkan tentang ini semua? Sebuah pertanyaan sadar yang kuyakin akan dapat kubeberkan saat aku bicara padamu nanti. Tanpa kata. Tanpa Suara. Saat aku memberikan kotak biru ini padamu. Hadiah yang akan membuat engkau bahagia. Bagaimana keadaanmu? Tiga bulan sudah kita tak bersua. Aku sudah lupa raut wajahmu, karena aku tak menyimpan fotomu selembarpun. Bukan karena aku tak ingin mengingatmu. Aku memiliki kebiasaan buruk, untuk selalu lupa wajah seseorang apabila membayangkan orang yang kukasihi.
Gerbong 5 tempatku duduk tidak dipenuhi oleh penumpang, kecuali diramaikan oleh laju aktivitas para pedagang, yang sibuk menawarkan barang-barang jualannya. Menawarkan barang yang bisa memenuhi hasrat. Yang bisa melegakan perasaan, sekedar kawan diam bagi yang sendiri sepertiku, atau kawan kebersamaan bagi yang naik kereta dengan teman-temannya. Biasanya aktivitas mereka agak mengangguku, tapi kali ini saat ini, aktivitas itu sama sekali tak menggangguku. Aku lebih berfokus pada kotak biruku.
Namun demikian diam-diam, aku menganggumi semangat mereka. Yang berani menawarkan sesuatu tanpa henti tanpa lelah. Dari gerbong satu ke gerbong lainnya. Aku tahu kalau mereka hanya bolak-balik dari gerbong depan ke gerbong belakang, dari gerbong belakang ke gerbong depan. Sampai tempat tujuan para penumpang atau tempat asal mereka saja. Suara sumbang mereka, teriakan mereka, bau mereka, dan barang-barang serta gaya pakaiannya sudah kuhafal betul-betul di luar kepala. Tentu saja mereka tak bisa dipisahkan dari tata cara hidup seperti itu bukan? Atau aku yang tak bisa melakukan apapun?
Kereta yang kutumpangi ini jenis kereta rakyat kelas 2. Atau, dalam kasta perkeretaapian negeriku, lazim disebut kereta api bisnis. Tak begitu mahal, tak begitu murah, ada di tengah-tengah. Menggambarkan keadaanku yang berpenghasilan pas-pasan. Untuk naik ekonomi terus terang saja, aku takut, karena di sana rawan sekali. Ya rawan kecelakaan. Ya rawan kehilangan. Ya rawan roda kereta api keluar rel. Namun untuk naik kelas eksekutif aku juga takut. Takut sama harganya. Tapi lagi-lagi, kali ini aku tak begitu peduli. Tak apalah, asal kereta ini dapat terus melaju ke arah Yogya. Tanpa halangan sesuatu apapun. Menemukan rinduku.
Tiba-tiba rasa kantuk mulai menyerang mataku. Terasa berat sekali mata ini. Kulihat lagi jam Seiko di pergelangan tanganku. Masih kurang 9,5 jam lagi sebelum kereta memasuki areal Stasiun Tugu Yogyakarta. Terasa lama sekali kereta melaju. Waktu sepertinya melambat. Kereta baru memasuki Stasiun Jatinegara saat ini. Ah, sial, tapi baiklah aku menunggu dengan sabar. Menunggu dengan penuh harap. Menunggu bertemu rinduku. Namun rasa kantuk tengah menguasaiku dengan lebih hebat lagi. Kemudian aku lelap, setelah menatap mantap kotak biru yang terbungkus pita biru.
***
Tanganku terasa bergerak-gerak tanpa mendapat perintah dariku. Pelan-pelan kubuka mataku, melihat apa yang tengah terjadi. Seorang bocah kecil berusaha mengambil kotak biruku diam-diam. Belum sempat kupertahankan kotak biruku, bocah itu keburu mengambilnya dan berlari. “Hei, bocah!” aku spontan berteriak disertai makian yang tak karu-karuan. Kontan mata penumpang lain tajam mengarah padaku, yang hanya menoleh tanpa melakukan apapun. Selain bisu.
Aku mengejar bocah tersebut, yang telah berlari menyusuri gerbong belakang, dan semakin ke belakang. Posisiku saat ini ada di gerbong 5. Bocah pencuri itu begitu cepat dan lincah larinya. Seperti kancil. Kurang ajar, pekikku dalam hati, aku baru menyadari kalau kereta akan memasuki stasiun kecil dan berhenti sejenak.
Aku segera bertekad untuk menemukan bocah itu, jika tidak aku tak berani membayangkannya. Kotak biruku tentu akan raib! Selang beberapa lama saatnya, aku tetap tak mampu menemukannya. Para penumpang memperhatikanku dengan penuh selidik curiga, seolah-olah aku ini pencuri barang yang siap beraksi. Mereka semakin mendekap barang bawaan mereka lebih erat daripada sebelumnya. Huh, dasar, pikirku. Padahal aku ini adalah korban pencurian. Aku tak mempedulikan sikap mereka. Saat ini tujuanku hanya satu, mendapatkan kotak biruku kembali. Titik.
Dan shit!!! Saat kereta sampai di stasiun. Tak kutemukan jua bocah kecil itu. Dasar setan kecil. Aku menggeram dalam diam. Kepalaku panas oleh rasa marah. Kududuk melesot di dekat pintu belakang gerbong terakhir dengan perasaan bingung. Entah, harus mengganti dengan apa kotak biruku itu? Hanya itu satu-satunya yang bisa kuberikan buatnya. Uangku sudah ludes buat membeli barang itu. Barang terindah dan termahal yang pernah kubelikan untuk seorang wanita.
Ketika aku sedang berada dalam gundah gulana dan kereta hendak melanjutkan perjalanannya kembali. Kulihat bocah setan itu menampakkan batang hidungnya. Mengendap-endap di antara belukar stasiun. Tanpa pikir panjang, aku segera melompat turun, dan terguling-guling di tanah. Disertai suara yang lumayan keras. Membuat bocah itu menengok ke arahku karena mendengar suaranya. Melihatku ia segera bergegas berlari cabut menghindari pandangan mataku. Aku mencoba mengejarnya, walaupun dengan tergopoh-gopoh. Karena penguasaannya terhadap medan, ia berhasil menyusup di antara tempat-tempat yang tak bisa dilalui manusia yang baru pertama kali mengenal medan ini. Gila! Medan ini luar biasa sulit dilewati. Bayangkan aku harus masuk kolong. Keluar kolong. Melewati tempat-tempat yang jorok. Becek dan kotor. Lelah aku mengejarnya. Tapi inilah usahaku. Usaha untuk mendapatkan perhatian dari seseorang yang kupuja-puja.
***
Akhirnya, kudapati juga kotak biruku. Bocah setan itu telah meninggalkannya begitu saja ditempat yang agak luas. Kuhampiri kotak biru itu, tapi aduh, kotak itu sudah terbuka. Dan Kosong. Hanya tertinggal bungkusnya saja. Aku ngejogrok di tempat. Merenungi kejadian itu. Apa kesalahanku? Mengapa begitu sulit, menyampaikan sesuatu yang ingin kuberikan?
Kemudian terbersit ide gila di dalam kepalaku. Kuambil pisau lipatku. Dan langsung crash. Aku menancapkan pisau itu di bagian tubuhku dan memotongnya. Kumasukkan bagian yang telah kupotong itu dalam bungkusanku yang masih agak bagus. Lalu aku kembali ke stasiun dan berniat menyambung kereta tujuan Yogya. Tanpa perasaan apapun. Tak sedikit pun aku terluka. Hanya gamang saja.
***
Aku tak ingin apapun selain sebuah senyum yang menghiasi wajahmu. Demikian ungkapan yang kukatakan padanya saat kuberikan hadiahku. Tapi dia diam saja melihatku, bahkan seperti melihat keanehan. Karena didiamkan saja. Tak diajak bicara apa-apa aku berniat pulang, daripada keberadaanku semakin aneh di depannya. Setelah berpamitan, aku pulang. Tanpa sebuah hati. Hati? Hatiku telah kubungkuskan padanya. Sebagai pengganti barang yang dicuri oleh bocah setan tadi di tengah jalan. Lagipula aku sudah tak membutuhkannya. Rasanya tak ada rasanya. Aku hanya berjalan menyusuri jalan membelakangi rumahnya. Dan tiba-tiba sebuah mobil yang melaju kencang menabrak diriku. Saat itu kudengar, satu panggilan dari suara yang kukenal samar-samar. Itu suaranya. Benar itu suaranya. Lalu mendapati diriku yang sudah tak berdaya, ia menangis kencang-kencang. Tapi tak kudengar betul pastinya. Apakah benar ia akan menangis? Oh, Tuhan, mengapa terlambat aku mengetahuinya. Aku pergi ke titik hitam. Bercahaya terang.[]
----------
Penulis: L | Ditulis di Jakarta Pusat, Jalan Veteran no. 1, 15 November 2007.
Aku mencintaimu,
Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku.
Aku mencintaimu,
Aku mencintaimu dengan segenap jiwa dan ragaku.
Aku mencintaimu,
Aku mencintaimu dengan kata yang tak mampu untuk ku ungkapkan.
Sampai kini,
Aku membencimu...
SANGGAT!!!...
Cerpen Pendek "Pupus"
Sebuah senyum terukir manis di sudut bibir vionica saat menatap langit sore di taman tak jauh dari tempat tinggalnya. Kegiatan rutin yang ia lakukan setiap sore. Tidak pernah sekalipun ia alpa mengunjungi taman itu kecuali cuaca tidak bersahabat.
Melihat awan yang berarak di sekeliling langit biru benar - benar menenangkan hatinya. Rasanya semua rasa lelah serta berat beban yang ia tanggung menguap begitu saja.
Di liriknya jam yang melingkar di tangan, pukul 17:00 kurang seperempat. Sepertinya tanpa sadar ia sudah menghabiskan waktu hampir 15 menit duduk santai di sana. Hanya diam menatap langit, sama sekali tidak memperdulikan sekeliling yang kadang masih saja ada yang heran menatap ulah nya. Walau sebagian lainnya sudah menganggap itu hal biasa.
Terlebih dahulu menarik napas dalam - dalam akhirnya Vionica bangkit berdiri. Melangkahkan kaki kearah rumah tingkat bercat kuning di kawasan cendana. Yang sudah sejak Empat bulan terakhir ditetapkan sebagai tempat tinggalnya.
"Baru pulang vio?".
Merasa ada yang memanggil namanya Refleks vio menoleh. Kepalanya langsung mengangguk di sertai sebuah senyuman yang tak luput dari wajahnya saat mendapati Fandi yang berjalan dengan nafas sedikit terengah dibelakangnya.
"Tumben nggak mampir ketaman?" tanya Fandi lagi sambil berjalan beriringan.
"Barusan aku dari sana".
"Masa si?. Kok tadi aku nggak liat?"
Dan vio hanya angkat bahu membalasnya.
"Ngomong - ngomong kamu habis dari mana?" tanya vio mengalikan permbicaraan.
"Main bola di lapangan".
"O" Mulut Vio membulat. Sepertinya ia sudah paham sekarang kenapa Fandi terlihat ngos ngosan.
"Vio?".
"Kenapa?" Tanya Vio saat mendapati tatapan Ragu di wajah Fandi.
"Sudahlah.. Lupakan".
Walau bingung Vio tidak berkomentar apa - apa lagi. Lagi pula sepertinya ia juga sudah sampai tepat di depan kostannya. Dengan sedikit basa - basi Vio pamit masuk kerumah.
Setelah mengemasi barang barangnya vio bersiap siap untuk pulang. Sesekali matanya melirik sekilas kearah seseorang yang duduk selang dua meja darinya. Seseorang yang kali ini mengenakan kemeja putih dengan garis garis hitam yang makin terlihat keren benar benar telah menarik perhatian vio.
"Dari pada cuma lirik lirik pandang kenapa nggak coba samperin aja langsung".
Suara bisikan yang mampir di telinganya sukses membuat vio menoleh. Merasa kesel saat mendapati senyum janggal di bibir vieta, sahabat terbaiknya.
"Apaan sih" gerut vio sambil kembali mengalihkan perhatian nya kearah buku catatan yang masih tergeletak di meja.
"Nggak usah ngeles. Orang bego juga pasti akan langsung tau kalau kamu suka sama Harry cuma melihat dari cara mu menatapnya" tambah vieta lagi.
Kali ini vio kembali menoleh. Menatap tajam kearah vieta. Orang bego juga akan tau?. Maksutnya harry bego karena sepertinya orang itu tidak tau?. Ehem, atau pura - pura nggak tau ya?.
"kau akan tau jawabannya kalau kau berani bertanya langsung padanya".
Kali ini kening vio berkerut bingung, emang sahabatnya bisa membaca pikirannya ya?.
"nggak usah heran aku bisa tau apa yang kau pikirkan. Soalnya itu jelas -jelas terukir di jidat mu".
Mendengar kalimat yang vieta lontarkan barusan sontak membuat vio memberengut sebel. Apa apa an itu?. Tadi tatapan mata, sekarang terukir di jidat. Memangnya mulut udah nggak perlu di pake lagi ya?.
Sayangnya belum sempat mulut vio mengeluarkan bantahan, suara lain sudah terlebih dahulu menginterupsi.
"vio kamu nggak pulang?".
"Eh, em. Pulang kok. Ni lagi beres - beres" balas vio sedikit tergagap. Tidak menyangka, Harry, orang yang sedari tadi ia gosipkan akan menyapanya duluan.
"Oh gitu . Duluan ya" pamit Harry sambil tersenyum.
Senyuman yang paling vio sukai sekaligus paling ia benci. Suka, karena itu adalah senyuman paling manis yang pernah ia temui. Benci, karena ia sadar kalau senyum itu bukan hanya untuknya.
"Ehem, Ck ck ck".
Vio sama sekali tidak memperdulikan decakan mengejek yang keluar dari mulut Vieta. Matanya masih terus menatap sosok Harry yang terus melangkah menjauh. Samar sebuah senyuman terukir di bibirnya. Sebuah senyum penuh harapan. Ya, ia masih boleh berharapkan. Selama ia tau masih belum ada seseorang yang menjadi pasangan pemilik senyum faforitnya.
Cerpen Pendek "Pupus"
"Oh ya, Tadi katanya ada yang ingin kamu katakan. Apa?".
Pertanyaan yang Harry lontarkan sontak menyadarkan Vio dari lamunannya. Jantungnya berdetak Dag Dig Dug nggak karuan. Hari ini, Di taman ini, Ia berdiri. Berhadapan langsung dengan Harry yang kini berada tepat di hadapannya.
Menuruti saran Vieta, Ia nekat menemui Harry. Mengajaknya ketemuan di taman belakang kamus. Berniat untuk mengungkapkan langsung tentang perasaannya.
"Harry..." Ujar Vio dengan Suara sedikit bergetar. Astaga, Jantungnya. Masihkan ada di dalam dadanya ataukah sudah melompat keluar.
"Aku suka sama kamu" Sambung Vio akhirnya.
Sunyi, Hening dan sepi. Vio masih menatap lurus kearah Harry yang juga kini menatapnya. Sedikit perasaan lega tergambar di wajah vio saat ia menyadari kalau ia berhasil mengucapkan kata yang sudah sejak kemaren - kemaren ia praktekan sendiri. Namun, disaat bersamaan rasa cemas juga menghantuinya. Rasa cemas menanti jawaban yang akan keluar dari mulut Harry.
"Aku juga menyukaimu...".
Kalimat yang keluar dari mulut Harry benar - benar mengantar Vio terbang keawang - awang. Merasakan bahagia yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Dan sebelum sebuah senyuman terukir di bibirnya sebagai luapan rasa bahagiannya ia sudah terlebih dahulu menyadari kalau ia telah dihempaskan jatuh kedasar jurang yang paling dalam saat mendengar kalimat lanjutan Harry.
"Tapi sebagai sahabat".
Dan yang terjadi selanjutnya vio sama sekali tidak menyadarinya. Ia tidak menyadari saat kepalanya mengangguk, ia tidak menyadari saat harry mengucapkan kata maaf padanya. Bahkan ia juga tak menyadari kata kata yang keluar dari bibirnya. Ia juga tak menyadari saat Harry melangkah meninggalkannya. Dan untuk pertama kalinya perasaannya tak menyadari sebuah senyum yang tetap Harry lontarkan untuknya.
Satu satunya hal yang mampu ia sadari adalah rasa sakit. Rasa sakit yang mendera kedalam hatinya, yang mengalir didalam darahnya. Dan ia menyadari kalau ini bukan mimpi.
End
Cerpen Cinta Sedih : Senyum Itu Air Mataku
"afika ??"teriak dodo
afika membalikan badannya menoleh ke arah dodo.
"dodo"saut afika kaget
"hey,apa kabar ??" tanya dodo .
'fine,aduh dodo kamu nambah cakep aja sih hahahah " jawab afika .
"ahh yaiyalah masa aku mau ingusan terus ?" cetus dodo .
"hahah lucu deh ,, 9 tahun kita gak ketemu ! aduh kangen banget nih "
afika memeluk dodo , dodo adalah teman semenjak afika kecil . mereka selalu bersama-sama kini mereka tertemukan kembali setelah dodo pindah ke bandung .
"udah punya cowok nih sekarang ?"tanya dodo
"hahah cowok!gak lah ."jawab afika
afika sebenarnya menyukai dodo semenjak mereka kelas 4 sd,tapi tidak dengan dodo,dodo gak bisa menganggap afika lebih dari sekedar sahabat . mereka terpisah saat mereka kelas 4sd(semester akhir).kini,dodo sudah mempunyai pacar namaya alin.beda dengan afika yang masih single,bukan berarti dia tidak laku , melainkan dia sedang menunggu janji dodo yang akan kembali ke jakarta tanpa mempunyai pacar . tapi,yang ada malah sekarang dodo melanggar janjinya , dia malah kembali ke jakarta dengan status berpacaran . betapa terkejutnya afika saat mengetahui dodosudah mempunyai kekasih .
"kenalin dong cewenya ."kata afika
"haha,iyananti aja dia kesini"
"kamu gak inget janji kamu ya do?" gumam afika dalam hati
"maafin aku fik,aku gak mau kamu jatuh cinta sama aku"dodo juga bicara dalam hatinya .
"yaudah,kita ke rumah yu,,temui papi dan mami "ajak afika
"ayo"jawab dodo
mereka pun pergi kerumah afika,bahkan tepatnya mereka mengunjungi tempat favorit mereka sewaktu kecil yaitu di atap rumah afika . setelah dodo menemui papi dan mami afika , dodo mengajak afika ke atap rumah untuk mengingat sewktu kecil .
"di sinh banyak sekali kenangan afika"kata dodo
"iya,ternyata kamu masih inget ya do ??"
"muhun neng , da emut keneh"kata dodo dengan logat bahasa sunda
"bahasa planet mana tuh ??" tanya afilka
"hahahah itu bahasa sunda afika"
"huh, mentang-mentang udah lama di bandung!"
mereka pun tertawa lepas .
"do,aku turun duku ya , mau bawa minum !"kata afika
"mangga!"jawab dodo singkat
afika pun turun dari atap untuk mengambil minum di dapur.
dodo memperhatikan setiap atap ,di salah satu selipan atap ada kertas yang terselip. dodo mengambil kertas itu yang bertulisan "ALDO RIFALDI , kapan kembali ??". dodo menghela nafas . "maaf fik,aku kembali hanya untuk menjagamu,bukan untuk mencintaimu ,aku gak mau terpisahkan lagi ,bukanya aku gak cinta sama kamu , tapi aku gak mau kalau seandainya kita pacaran terus kita berantem lalu putus,jadi musuhan deh , gak mau fik,lebih baik kita sahabatan aja ."dalam hati dodo
dodo mengambil bulpoin yang ada di saku kemejanya , dodo membalas tulisan itu ."aku kembali AFIKA PRISILIA :)". lalu dodo menyelipkan lagi kertas itu .
afika pun datang dengan membawa 2 orange juice ,
"nih kesukaan kamu !" suat afika
dodo hanya tersenyum dengan penuh hasrat .
"hmm fik ??"tanya dodo . "ya apa do ??" jawab afika dengan mengerutkan keningnya .
"kita ke bawah yu .. !!"ajak dodo .
"hmm okey !"
mereka pun turun ke bawah karena langit sudah mulai mendung
keesokan harinya :)
afika sngat terlihat cantik saat dia mau ke rumah dodo.mami dan papi nya heran melihat afika yang dandan begitu cantik padahal hanya ke rumah dodo .
"afika sayang , kamu mau kemana ??"tanya papi nya .
"kerumah dodo pih !!" jawab afika singkat
"kerumah dodo ko sampai dandan segala !! jangan...jangan..."
'hah??dadah mami , papi!! fika pergi dulu"fika buru-buru " memotong perkataan mami nya itu ,
mami dan papi nya hanya mnggelengkan kepala dan hanya trsenyum .
di rumah dodo, afika melihat dodo lagi ngobrol dengan alin , afika menghampiri mereka
"hey do " sapa afika
alin berdiri dari tempat duduknya dan langsung menjulungkan tanganya .
"hey afika aku alin !!"
"afika!" kata afika dengan menjulungkan tanganya .
"yang,ini yang tadi kamu ceritain itu"kata alin .
afika terdiam saat mendengar alin memanggil dodo dengan sebutan"YANG",begitu sakit saat orang kita sayang dari dulu sekarang milik orang lain .
"ehh,lusa kita mau tunangan lo !" kata alin
afika kaget , "hah tunangan ????"
"iya , kenapa ?ikut seneng dong !"
"hhaa iya..iya... selamat ya !!" afika semakin panas,afika pun pergi meninggalkan dodo dan alin .
afika berlari kerumahnya ,tepatnya ke kamarnya ,di dalam kamar afika menagis tersendu-sendu .
"kenapa ??kenapa kamu ngelakuin hal ini sama aku ?! mana janji kamu dodo ?!kamu permainkan hati aku . 9 tahun aku menunggumu ,baru kemarin kita ketemu ternya kanu sekarang mau tunangan !!sakit aku mendengarnya,dodo !!aku benci kamu !!" afika mengambil foto dodo bersamanya dan dia jatuhkan ke lantai sampai pecah .
2 hari kemudian
"afika maafin dodo " kata dodo
"udahlah gak apa-apa, tenang aja !"jawab afika
"aku menyesal afika,aku merasa bersalah "
"yaudah dodo jangan khawatirin aku ya ?sekarang kamu bahagialah dengan alin..aku ikut seneng "
dodo hanya menunduk
"dodo ayo !"panggil mami dan papi dodo
dodo memegang tangan afika
"udah pergi do !"
dodo pun pergi ......
afika tersenyum ."semoga kamu bahagia ya do,disinih aku selalu doain kamu...aku gak akan nyalahin penantianku 9 tahun itu . aku hanya bisa tersenyum untukmu ..
selamat tinggal dodo ! I LOVE YOU GOOD BYE !"
dodo pun akhirnya bertunangan dengan alin dan meninggalkan AIR MATA di wajah afika .
"maafin aku afika , aku terpaksa ngelakuin ini sama kamu I LOVE YOU GOOD BYE AFIKA PRISILIA!!
THE END
Cerita Sedih - Sempat Memilikimu
Rian jadi jarang ada waktu buat lea.selalu beralasan ini itu stiap kali lea mengajaknya bertemu.merasa kesepian akhirnya Lea teringat sosok Ivan teman SMU nya.kebetulan saat lea online FB Ivan juga sedang Online.lea langsung menyapa Ivan via Chat FB
Lea:temen SMA ku ya??
Ivan:iya kayaknya,,
Lea:kok kayaknya sih.kamu ivan kan.yang anak ipa,yang dulu ikutan PPATG.yg agak gendut dan matanya sipit hehehehe
Ivan:iya,kok tau.aku aja gak inget kamu.kamu dulu anak ipa/ips sih
Lea:ips 1
Ivan:oh ya ya ya
Lea:kamu inget van?
Ivan:Dikit Dikit :P, inget cantiknya doank. 0838205xxxxx sms aku aja kalo mau.udah mau off nih.salam kenal lagi aja deh sori kalau lupa.
Akhirnya malam itu juga Lea langsung sms Ivan.secara emang dulunya lea sempet naksir kok sama Ivan.mereka mulai deket.smsan stiap hari.secara Ivan gak suka BEBE.jadi gak bisa BBM an deh.mulai dari nanya2 hal hal sepele sampe akhirnya jadi becanda2an.2 bulan saling kenal akhirnya mereka memutuskan untuk Jadian .and endingnya mereka berencana untuk bertemu.secara si Ivan kuliah di bandung sekarang kan.sedangkan Lea di jakarta.jadi susah mau ketemunya.oiya mereka manggilnya udah gak aku kamu lagi loh.sekarang manggilnya sayang2an gitu deh.pagi itu lea telfon ivan.buat mastiin hari itu mereka jadi ketemu apa gak.”Halo,van.mau ketemu jam berapa.kamu pulang kuliah jam berapa?”,”ketemu pagian juga gak apa2 kok sayang.aku mau bolos aja hari ini.cape nih.jam 11 siang aja gimana?aku berangkat dari Rumah jam 10an”,”oh gitu juga gak apa2 sih yank.kalau gitu aku siap2 dulu deh”,”jam berapa ini sayang.ngapain siap2 sekarang.baru jam 7 gitu”,”ih ivan.kan aku harus milih bajunya dulu.harus ke salon dulu benerin rambut kalu gak,gak keburu tar.”,”ya ampun !sayangku,kamu itu gak usah di apa2in juga udah cantik kok.” Ciiieeee romantisnya si Ivan :P “oh gtu ya yank.yaud deh ga jadi ke salon aja.trus ini kamu mau ngapain yank”,”ya tidur lagi aja sih yank.masi pagi bener dah ini.semalem tidur jam 2 aku yank”,”Ooh yaudah si bobok lagi aja.jgan kesiangan ya sayang.mpe ketemu nanti.mmuuah”Telepon di tutup.”Mumpung si Rian lagi Liburan sama temen2 kantornya di bali.aku bisa ketemu Ivan deh.Lumayan lah sehari xixixixi”kata Lea dalam hatinya
Jam 11:05, Ivan sampe di rumah Lea naik motor Vixion warna putihnya.Gilaa keren banget.Ivan udah gak gendud lagi loh.cakep banget,Rambutnya agak di panjangin gitu,kaya yesungnya Super junior hahahaha #Lebay amat.Lea langsung menghampiri Ivan di depan.”Hai van”sapa si lea.lea Grogi banget loh.walaupun tiap hari berhubungan Via telfon.tapi untuk tatap muka kaya gini baru yang pertama kali.waktu SMA lea gak pernah berani nyapa si Ivan.cuman liatin Ivan dari jauh doank.dan sekarang Ivan bener2 di depan matanya.jaraknya gak nyampe 1 meter.waahhh bisa bayangin gak si senengnya Lea.begitu juga dengan Ivan.Ivan yang dari awal emang gak begitu kenal lea.waktu di sekolah emang Ivan sempet berkali2 papasan sama lea tapi gak begitu meduliin.dalam Hati si Ivan bilang “ternyata lebih cantik aslinya”si Ivan malah jadi Bengong deh,”Heeii van,,hellooo kok bengong si”kata Lea sambil sambil megang pundak Ivan.”oh sory2 aduh jadi salting kan akunya.”kata si Ivan malu.”Masuk yuk van.org rumah pada pergi.cuman ada pembantu aku 1 di belakang.jadi santai aja ya”,”oh,iya sayang.udah santai loh ini hehehe”.si Ivan masuk ke rumah lea.mereka duduk di teras belakang rumah.ngobrol banyak hal.waktu rasanya cepet banget.saat mereka lagi asik ngobrol.tiba2 Ivan mendekatkan wajahnya ke wajah lea.Lea kaget dan grogi banget bingung mesthi gimana.”aduh kayaknya dy mau cium gw nih.Tuhan gimana nih.ga siap.gw kan gak pernah ciuman”batin lea dalam hati.suasana begitu mendukung.akhirnya.1 kecupan dari Ivan yang merupakan ciuman pertama Lea,mendarat mulus d bibir Lea .sebelumnya lea pernah sih di ajak ciuman sama rian berkali2 malah.tapi Lea selalu nolak.gak tau kenapa pas sama Ivan lea kaya gak ada keinginan sedikitpun buat nolak.perasaan yang campur aduk d rasakan sama si Lea.nerves,kaget,seneng,pokoknya jadi 1 deh.buat yang pernah ngrasain ciuman pertama pasti tau rasanya.Ivan menatap Lea dalem banget.”
Aku mau mati sama kamu suatu saat”kata ivan.lea kaget setengah mati dengernya”kamu ngomong apa sih van.kok jadi bicarain kematian”,”Aku serius Lea,aku mau mati tenang sama kamu suatu saat.karna aku gak bisa milikin kamu seutuhnya,aku pengen hidup sama kamu,aku pengen punya anak dari kamu,aku pengen kamu buatin teh stiap hri,tpi gak mungkin..kamu gak mungkin mau tinggalin Rian kan.”kata Ivan,”van,aku pasti tinggalin dia.suatu saat aku bakal jadi milikmu seutuhnya.”kata lea,” kamu cuma bisa ngomong ..,”sanggah si Ivan.”van,kalaupun nantinya aku gak bisa menikah sama kamu tapi bukan berarti kamu kehilangan aku.aku slalu ada waktu buat kamu.kapan pun kamu butuh aku van.”kata lea”trus,sampai menikah nanti juga harus selingkuh...?aku gak kuat. . .,aku Cuma mau sama kamu.itu aja.kalaupun aku gak bisa hidup sama kamu,ayok kita mati sama2.,”Lea diem,dia gak tau harus bilang apa.Ivan kliatan terguncang banget.Lea pegang tangan Ivan.”Aku mau mati sama kamu.apapun yang kamu minta aku mau Van”,Lea memeluk Ivan kenceng banget.dia gak tau kenapa bisa terucap kata2 seperti itu dari mulutnya.yang ada di pikiran Lea saat ini hanyalah Ivan.dia sangat mencintai Ivan.”Makasi sayang”kata Ivan lirih.semakin erat mereka berpelukan.gak terasa ud jam 5 sore.Ivan pamit buat pulang ke bandung lagi.Lea mengantarnya sampai depan.”Hati hati ya.gak usah ngebut.”,kata lea sambil mengusap kepala Ivan.Ivan meraih tangan lea.di taruh di dadanya.”Kamu tau,hari ini aku seneng banget.sebenernya masi pengen disini terus sayang.”,kata si Ivan.”aku juga yank.besok2 sering2 kesini donk yank.kalo pas kamu Libur.”,kata lea”di usahain honey ku.yaudah aku pulang dulu.”Ivan mengecup kening Lea.adduu so sweet nya ,, .”kalau udah sampai jangan lupa kabarin aku ya sayang.Ivan naik ke motornya sambil terus menatap Lea.kelihatan banget kalau dia sangat mencintai Lea.begitupun Lea.Ivan menstarter motornya.dia melambaikan tangannya pada lea.setelah Ivan pergi Lea langsung masuk ke kamarnya.dia pegang dadanya.”Y ampun kenceng banget jantung gw larinya.saking senengnya jadi nyesek.Ivan,,I love you”
Hari demi hari.Ivan dan lea tetap menjalin hubungan gelap mereka.tanpa di ketahui oleh Rian.pacar resmi Lea.bahkan Lea hampir stiap Hari brantem sama Rian.lea jadi brubah sama Rian sejak kehadiran Ivan.semua perhatian lea hanya untuk Ivan.Lea selalu mengutamakan Ivan.Rian sering heran sama sikap lea akhir2 ini.”sebenarnya Lea ni kenapa sih.dulu dia sabar banget orang nya.sampai gw selingkuh aja di maafin sm dy.kok sekarang jadi brubah 180 derajad gini sih.apa jangan2 dia punya cowok lain.ah gak lah gak mungkin,lea kan gak pernah pergi kemana2.kalaupun dia kluar itupun sama gw.”Rian gak terlalu perduli dengan perubahan sikap Lea.karna rian masih punya Dilla,cewe yang selama ini jadi selingkuhannya si Rian.tapi sayang,nasip Rian gak bagus2 amat.akhir tahun 2011 Rian PUTUS sama Dilla.gara2 Dilla punya laki2 lain lagi.so, , ,si Rian jadi sedih banget gitu deh.lea yang pada dasarnya emang Gadis baik gak tega liat Rian kaya gitu.dengan sabar Lea hibur Rian.sampai akhirnya Rian sadar kalau cewe yang selama ini dia cari ada di depannya.penyesalan yang teramat dalam di rasakan Rian.kenapa dia bisa begitu Bodohnya menyia nyiakan Lea yang sebaik itu.hanya demi cewek kaya Dilla.yang hanya mau sama uangnya Rian aja.Rian memeluk Lea erat.tapi prasaan Lea biasa aja.Hambar,gak ada lagi perasaan cinta yang menggebu gebu kaya dulu.karna prasaanya kini udah berpindah pada Ivan.
Semakin Hari Rian semakin mencintai lea.namun lea semakin mencintai Ivan.begitu juga Ivan.tapi suatu ketika Ivan sempat berpikir bahwa dia lelah.dia lelah menunggu Cinta yang gak pasti kaya gini.dia tahu lea sangat mencintai dirinya.tapi Cinta aja gak cukup.Ivan pengen di akuin di depan semua orang kalo dia itu pacar Lea sekarang.stiap Ivan buka Facebook Lea dan dia Lihat ada Tulisan “In Relationship with Rian” di Info status Lea.hatinya sakitt banget.sakit sesakit sakit saat liat wanita yang dia amat Cintai adalah milik orang Lain.dan dia gak bisa berbuat apa apa.8 bulan sudah Ivan dan Lea menjalin hubungan mereka.sampai pada akhirnya Ivan merasa benar benar udah gak sanggup lagi.Ivan mulai cuek sama lea.mulai jarang ada waktu buat Lea.sering gak ada kabar.Lea sedih banget dengan perubahan sikapnya Ivan.Dia kangen banget sama Ivan.biasanya tiap malem Ivan selalu sempetin waktu sebelum tidur buat telepon Lea.karna hanya itu alat untuk melepas kangen mereka.mereka hanya bisa bertemu kalau Ivan punya waktu longgar.dan itu jarang banget.Setiap kali Lea buka facebook Ivan,Ivan gak pernah menulis status tentang Cinta kaya dulu.kebetulan password facebook Ivan,sempet di kasih tau ke Lea.suatu hari lea buka Facebook Ivan.dia buka Inboknya.banyak banget inbok dari cewe cewe yang gak Lea kenal.Ivan terkesan sedang mencari pacar lagi…Lea kaget baca inbok2 dia.Lea nangis sejadi jadinya.sedih banget,liat cowok yang sangat di cintai nya terang terangan cari pacar baru.jam 1 mlm Lea nelfon Ivan.”Halo lea,knpa kok belom bobok”kata Ivan dari seberang sana.”Yank,bisa ketemuan gak,aku kangen banget sama kamu”,kata Lea Lirih.”Aduh kalau waktu waktu dekat aku sibuk sayang.tapi aku usahain cari waktu deh buat ketemu kamu ya.kalau minggu depan aja gimana yank?”kata Ivan.”oh yaudah,gapapa kok yank.minggu depan ya.mau ke rumahku apa ketemu dimana.”,”ke rumah kamu aja si yank.biar aku yang ke rumah nanti.sekarang kamu bobok ya.udah malem loh.met bobok mami cantik.muuuaachh.”Ivan menutup telfon lea.Ivan merbahkan tubuhnya di tempat tidur.”asal kamu tahu Lea,aku juga sangat sangat merindukan kamu.tapi aku harus belajar kuat tanpa kamu.karna kamu gak akan bisa aku miliki”gak terasa Ivan meneteskan air matanya.Ivan sangat merindukan lea.selama ini dia berusaha agar terlihat kuat di depan semua orang tapi dalam hati ivan Nangis,pedih banget rasanya kalau inget Lea gak bisa dia miliki.
Hari yang di tunggupun tiba.jam 1siang Ivan sampai di rumah Lea.lagi lagi orang rumah pas gak ada semua.seolah-olah keadaan seperti ini sudah di atur .Ivan pake baju warna item dan jaket warna merah.pas banget waktu dia pake.Ivan benar benar kliatan Ganteng banget.Lea langsung menyambut Ivan dengan pelukannya.”Ohh Tuhan sumpa deh gak kuat ini,,pengen nangis rasanya”kata Ivan dalam hati.”kita langsung masuk aja yuk.”ajak si lea.susananya gak kaya waktu pertama kali Ivan dateng ke rumah Lea.hari itu suasana nya sedih aja.walaupun berkali kali Ivan dan lea sama sama mencoba mencairkan suasana,tapi tetep aja,Hati mereka gak bisa bohong.”sayang aku mau ke kamar mandi dulu ya”kata si ivan.”oh iya yank.jgan lama lama ya”Hape Ivan di tinggalin di meja.Lea penasaran pengen buka hape Ivan.akhirnya dia mulai buka buka hape Ivan isi sms nya dari Lea semuanya.catatan panggilannya juga,ada beberapa dari papa and mama nya si Ivan.Lea mulai buka di Galery.dia buka buka album foto dan,Lea Kaget setengah mati liat ada beberapa Foto Christy di Hape Ivan”Loh kok isinya foto si Christy semua”Christy adalah teman mereka berdua waktu sma.Ivan balik ke Teras liat Lea lagi pegang Hapenya.dia Liat Lea buka Foto Christy.Ivan mencoba tetap bersikap tenang.”yank ini si Christy kan”kata lea.”Iya yank,knpa?”jwab Ivan dengan santainya.”gapapa kok yank,nanya aja.”Lea gak berani tanya2 lagi.Lea gak berani ngatur2 Ivan harus jaga jarak sama cewe lain.secara Ivan juga hanya di jadikannya pacar ke 2.jam 7 tepat ivan pamit pulang.sebelum dia naik ke motornya di peluk Lea erat banget.seolah olah dia gak akan ketemu Lea lagi.tapi Ivan gak ngomong satu kata pun.dia hanya diam dan terus memeluk lea.”aku pulang ya sayang.nanti kl udah sampe aku kabarin.”Ivan mengecup kening Lea.Lea gak sanggup ngomong apa2 hatinya sedih gak karuan.gak tau kenapa dia merasa Ivan jauh banget.meskipun mereka saling berdekatan.dalam perjalanan pulang Hati Ivan semakin kacau.”maaf sayang,maaf bikin kamus sedih.Foto foto Christy emang sengaja aku taruh di hape biar kamu bisa benci sama aku.tapi kenapa kamu malah meluk aku seerat itu.”Ivan meneteskan air mata sepanjang perjalanan pulang.dalam Hati dia bertekad hubungan ini harus segera dia selesaikan.di kamar, lea masih terbayang foto Christy yang ada di hape Ivan.”sakit banget hati gue,knapa kamu brubah sih Van.”
Waktu terus berjalan.hubungan Ivan dan Lea semakin renggang.seperti ada jarak di antara mereka.Ivan terus menerus menguatkan hatinya bahwa dia mampu Hidup tanpa Lea.dia hanya harus mengembalikan Hidupnya sama seperti sebelum Lea hadir dalam hidupnya.tepat 9bulan lebih 20 hari,
Hari itu Lea sempet berantem sama Ivan.gara gara 2 hari Ivan gak ada kabar,tapi malah sempet bikin status di facebook.akhirnya lea bikin status di facebook ”Kalo di sms tu ngejawab donk jangan diem aja.”akhirnya si Ivan baca status Lea.dia langsung sms Lea.”kok ada yang beda ya”isi sms ivan.”apa nya si yang beda”jawab lea.”gak tau juga yank”kata ivan”Coba deh di cari tau dulu ya ,muach.”ivan jawab dengan emoticon cium doank (:-*) .sepanjang sore Lea nunggu sms dari si Ivan.tapi sampe malem Ivan gak juga sms dia.akhirnya jam 11 malem,Lea buka facebooknya.dia search nama Ivan tapi gak ada.”loh kok fbnya Ivan gak ada.”Lea panik banget.knp Fbnya tau tau di blokir sama Ivan.akhirnya dia buka fb si Ivan pake passwordnya si Ivan.ternyata password udah di ganti jam 16:16.keringat dingin mulai keluar.jantung Lea berdegub kenceng banget.perasaan takut,kawatir,sedih jadi 1.Lea telfon si Ivan tapi gak di angkat.berkali2 dia telfon gak diangkat juga.akhirnya Lea sms.”Papi dimana?”sekitar 1 menit ada balasan dari Ivan”kita putus aja ya.”,Hancuurrr banget rasanya hati si lea.bener bener gak bisa ngomong apa apa.tangan Lea bergetar.kaki rasanya lemes banget.Lea jawab sms Ivan”kenapa yank?aku salah apa sama kamu.sebelumnya kita gak ada masalah apa2 loh.”gak ada jwaban lea sms lagi ”Kamu kenapa van,tolong kasih aku penjelasan.” Sekitar 10menit ivan menjawab “mulai besok jangan hubungin aku lagi ya.maaf,kamu lupain aku aja.”Lea udah gak bisa jawab apa apa lagi.Air mata mulai mengalir deras di wajah Lea.sedih banget,dia terlanjur sayang banget sama Ivan.Lea penasaran dengan status Ivan setelah mutusin Lea,akhirnya dia pinjem password FB temennya Tania,buat buka FB si Ivan,dan bener aja isi statusnya bikin sedih banget
“i have no regret. . .
this tormented soul are seeking for a new place,
and forgetting YOU !!”
yang artinya, “Aku punya tidak ada penyesalan sedikitpun... jiwa yang tersiksa ini ingin mencari tempat baru, dan melupakanmu!!”.sakit banget hati si lea.dia nangis sepanjang malem.dan Ivan,dia duduk di kamarnya.dia masih merenung,dia pun sebenernya gak siap kehilangan lea,Gadis yang selama ini sangat dia Cintai.”Maaf sayang.aku nyakitin kamu,tapi aku gak kuat kalau harus terus terusan jadi selingkuhan kamu.maaf”Ivan meneteskan air matanya.dia buka hapenya ada sms dari Lea.” buat yang terakhir aja,kasi aku ciuman terakhir van.setelah itu aku gak akan ganggu kamu.aku cuma nyimpen kamu di hati ku paling dalam.skali ini aja.yang terakhir :'(” Tangis Ivan semakin menjadi.pedih banget hatinya baca sms si Lea,tapi dia harus kuat.dia gak bole cengeng kaya gini.akhirnya Ivan membalas sms nya singkat banget” Muach :-* Goodbye :-)”setelah membalas sms lea Ivan buka FB nya.dia Nulis status “mmmmmmmuach :*,,my last kiss for you :’(”.pedih banget hati Ivan.begitupun lea.kenapa untuk hidup bersama orang yang di cintai harus sesulit ini.sepanjang malam mereka menangis.mengenang semua yang udah terjadi di antara mereka.saat sedih,bahagia,berantem,saat romantis.semua begitu indah dan sayang untuk di lupakan.lagi2 ada sms dari lea yang isinya “kamu dulu bilang pengen mati bareng sama aku.kenapa sekarang malah minta putus ,tapi gak apa2 kok sayang aku hargai keputusan kamu.sayang kamu jaga diri ya,jangan stress lagi.i'll always love u.by my soulmate :*aku janji pada diriku sendiri.slamanya km tetep yang terindah yang pernah aku miliki :').aku berharap kita berjodoh di kehidupan mendatang :') Oiya Twitter kamu udah aku benerin @XXx_x passwordnya :xxxxx kalo mau di ganti pengaturannya bisa.followersnya udah banyak.bye :D”,Ivan tersenyum baca sms terakhir dari Lea.”Lea kamu masi inget aja,pengen sih ngajakin kamu mati bareng,tapi aku gak se egois itu sayang.kamu masi bisa aja senyum.aku sayang banget sama kamu.semoga kamu bahagia ya sayang.makasi buat cinta tulusmu selama ini.aku akan melanjutkan hidupku tanpa kamu.belajar hidup tanpaku ya sayang.aku Yakin kamu akan Bahagia dengan Rian.”Ivan membuka Twitter yang barusan di kasih sama Lea.sebelumnya Twitter Ivan emang gak bisa di buka.trus d benerin sama lea.Ivan buka di tweets,ternyata Lea ud nambahin beberapa foto dia di twitter,”makasih Lea sayang”kata Ivan sambil mencium Foto Lea.Ivan kembali membuka FB nya dan menulis sebuah status “ketika aku mncari, sangat sangat terasa susah didapat, mungkin kalau ak lupakan malah datang sndri kali ya”
1 minggu sudah Lea dan Ivan putus.Lea masi sangat terpukul atas semua ini.tapi dia gak mungkin terus2an terpuruk seperti ini.dia mau bangkit.karna hidupnya gak Cuma untuk menyesal dan menyesal.”Ivan,dimanapun kamu dan sampai kapanpun.kamu tetap yang terindah buat aku.Aku beruntungSEMPAT MEMILIKIMU”
Lea kembali pada rutinitas nya sebelum ada Ivan begitu juga dengan Ivan.Ivan kembali melanjutkan hidupnya.dan membantu usaha kluarganya.di sisi lain Rian berencana akan melamar Lea Tahun depan.terkadang apa yang kita inginkan bukanlah yang kita butuhkan.hanya Tuhan yang tahu apa yang terbaik bagi hidup kita,belajar ikhlas dan bersyukur atas segala yang terjadi.
No one has commented yet. Be the first!